Friday 01-08-2025

Payment ID: Menjawab Tantangan Transparansi Tanpa Mengorbankan Privasi Masyarakat

  • Created Jul 30 2025
  • / 3032 Read

Payment ID: Menjawab Tantangan Transparansi Tanpa Mengorbankan Privasi Masyarakat

Peluncuran Payment ID oleh Bank Indonesia (BI) pada 17 Agustus 2025 menandai babak baru dalam transformasi sistem pembayaran nasional. Namun seperti halnya setiap inovasi besar, sistem ini tak luput dari sorotan dan bahkan kekhawatiran sebagian masyarakat. Berbagai narasi negatif mulai bermunculan di media sosial yang menyebut bahwa Payment ID adalah cara negara untuk “mengintip” hingga “mengendalikan” transaksi masyarakat. Narasi ini, meskipun menggugah emosi, perlu diluruskan secara rasional agar tidak menyesatkan publik dan merusak kepercayaan terhadap arah kebijakan ekonomi digital Indonesia.

Payment ID pada dasarnya adalah sistem identifikasi transaksi digital yang dikembangkan untuk menciptakan integrasi, efisiensi, dan akuntabilitas dalam ekosistem keuangan. Alih-alih bertujuan untuk memantau masyarakat secara sewenang-wenang, sistem ini justru dirancang untuk memberi kendali dan otoritas lebih besar kepada pemilik data, yakni masyarakat itu sendiri. Payment ID menghubungkan berbagai data transaksi seperti rekening bank, e-wallet, pembayaran tagihan, hingga cicilan pinjaman ke dalam satu identitas keuangan yang unik dan terenkripsi. Yang menjadi fondasinya adalah Nomor Induk Kependudukan (NIK), bukan sebagai alat kontrol, tetapi sebagai sarana untuk menyederhanakan verifikasi dan mempercepat layanan keuangan.

Banyak yang menyamakan sistem ini dengan “mata-mata digital negara”. Padahal, Payment ID tidak otomatis memberikan akses bebas ke data transaksi masyarakat. Setiap lembaga keuangan yang ingin mengakses profil keuangan pengguna melalui sistem ini harus terlebih dahulu mendapatkan izin eksplisit (consent) dari pemilik data. Artinya, pengguna akan mendapatkan notifikasi langsung di ponsel atau akun mereka untuk menyetujui atau menolak akses tersebut. Mekanisme ini menempatkan kendali sepenuhnya di tangan masyarakat—berbeda dari gambaran menakutkan yang beredar di media sosial.

Justru melalui Payment ID, risiko penyalahgunaan data oleh pihak-pihak tak bertanggung jawab bisa ditekan. Sebelum ini, banyak data transaksi tersebar di berbagai platform yang tidak saling terhubung dan rentan dimanipulasi. Dengan sistem terintegrasi, BI dan lembaga terkait dapat melakukan verifikasi silang secara efisien, mencegah pemalsuan data, serta mempercepat deteksi fraud, pencucian uang, dan transaksi mencurigakan—tanpa harus menelanjangi privasi pengguna.

Selain itu, Payment ID juga membuka jalan bagi akses keuangan yang lebih inklusif dan adil. Banyak masyarakat yang tidak bisa mendapatkan pinjaman atau bantuan sosial karena tidak memiliki riwayat kredit atau dokumen formal. Dengan Payment ID, seluruh riwayat transaksi mereka—dari pengeluaran belanja, transfer, hingga top up e-wallet—dapat membentuk profil keuangan alternatif yang diakui. Ini akan membuka akses ke layanan keuangan formal bagi jutaan masyarakat yang selama ini dianggap "invisible" oleh sistem perbankan tradisional.

Tudingan bahwa Payment ID akan dipakai untuk mengendalikan kehidupan masyarakat tidak berdasar. Sistem ini tidak mengatur apakah seseorang boleh membeli kopi, top up game, atau transfer ke orang tuanya. Justru, sistem ini memastikan bahwa transaksi tersebut aman, tercatat, dan bebas dari penyalahgunaan oleh pihak ketiga. Dalam uji coba bansos, misalnya, sistem ini berhasil mendeteksi penerima ganda yang sebelumnya tak terdeteksi karena menggunakan banyak rekening. Ini membuktikan bahwa teknologi ini bekerja untuk keadilan dan efisiensi, bukan untuk membatasi.

Bank Indonesia sebagai pengelola sistem ini juga tidak bertindak sembarangan. Seluruh pengembangan Payment ID dilakukan berdasarkan prinsip perlindungan data pribadi, transparansi, dan akuntabilitas. Sistem ini tidak dapat berjalan di luar regulasi. Bahkan, BI menegaskan bahwa seluruh pengembangan teknologi ini selaras dengan amanat Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP). Akses data tanpa izin akan dikenakan sanksi tegas, dan audit sistem dilakukan secara berkala oleh lembaga independen.

Dalam cetak biru Sistem Pembayaran Indonesia 2030 (BSPI 2030), Payment ID hanya satu bagian dari transformasi menuju ekosistem pembayaran yang modern, cepat, aman, dan inklusif. Pemerintah melalui BI menyadari bahwa sistem keuangan digital masa depan harus berpihak pada rakyat, sekaligus mampu melindungi dari risiko penyalahgunaan. Oleh karena itu, inovasi ini tidak dikembangkan sembarangan, tetapi melalui proses panjang, partisipatif, dan mengutamakan keamanan nasional serta hak-hak warga negara.

Sangat penting bagi publik untuk melihat Payment ID sebagai alat pemberdayaan, bukan pengawasan. Dengan sistem ini, masyarakat bisa mengakses berbagai layanan keuangan dengan lebih cepat dan efisien, pemerintah bisa menyalurkan bantuan dengan lebih tepat sasaran, dan lembaga keuangan bisa memberikan kredit dengan risiko yang lebih terukur. Semua ini pada akhirnya akan memperkuat stabilitas ekonomi nasional dan mempercepat pertumbuhan digital yang inklusif.

Tugas kita bersama adalah memastikan bahwa sistem ini diawasi dengan baik, dijalankan dengan transparan, dan digunakan hanya untuk kepentingan publik. Masyarakat tidak perlu takut terhadap inovasi, justru harus mengambil peran aktif dalam mengawal agar inovasi tersebut benar-benar bekerja untuk kepentingan semua, bukan segelintir pihak. Payment ID bukan alat kontrol, melainkan instrumen keadilan digital yang akan menjadi tulang punggung ekonomi Indonesia masa depan.

Share News


For Add Product Review,You Need To Login First