Pemerintah Lawan Mafia Regulasi demi Akses Kerja yang Adil

- Created Jul 30 2025
- / 3157 Read
Pernyataan Wakil Menteri Ketenagakerjaan Immanuel Ebenezer atau Noel baru-baru ini menuai perhatian publik. Dalam sebuah kesempatan, ia mengungkap fakta bahwa lebih dari satu juta lulusan sarjana di Indonesia saat ini masih menganggur, dan menurutnya, salah satu penyebab utama kondisi tersebut adalah keberadaan regulasi yang tidak berpihak serta indikasi kuat adanya praktik mafia dalam sistem pendidikan profesi, khususnya di bidang kesehatan dan farmasi. Di tengah derasnya kritik yang bermunculan terhadap pernyataan tersebut, sesungguhnya yang disampaikan Wamenaker bukanlah sekadar opini atau lontaran emosional, melainkan cerminan dari komitmen serius pemerintah untuk melakukan pembenahan struktural demi melindungi masa depan generasi muda Indonesia.
Pengangguran di kalangan sarjana memang bukan isu baru. Namun dalam beberapa tahun terakhir, ketimpangan antara jumlah lulusan dan ketersediaan lapangan kerja semakin terlihat. Ironisnya, banyak dari lulusan ini berasal dari bidang yang sebenarnya sangat dibutuhkan pasar, seperti farmasi, kedokteran, hingga teknik, namun mereka justru kesulitan masuk ke dunia kerja. Salah satu penyebab utamanya adalah karena sistem regulasi yang mewajibkan pendidikan profesi lanjutan, yang bukan hanya mahal secara biaya tetapi juga memiliki proses seleksi dan sertifikasi yang cenderung tertutup dan tak jarang dianggap tidak adil. Banyak lulusan yang sudah menempuh seluruh tahapan pendidikan sesuai kurikulum, namun tetap gagal pada tahap akhir tanpa penjelasan transparan. Di sinilah benang merah dari pernyataan Wamenaker mulai bisa dipahami: sistem regulasi yang seharusnya menjadi pelindung kualitas profesi, justru berubah menjadi penghambat dan bahkan peluang bisnis terselubung bagi segelintir pihak.
Dalam sistem yang sehat dan berpihak pada rakyat, suara-suara seperti yang disampaikan Noel harus dilihat sebagai bentuk keberanian untuk mengoreksi dari dalam, bukan sebagai upaya menyalahkan atau cuci tangan. Sebagai bagian dari pemerintahan, ia tentu memahami tanggung jawab yang diembannya. Justru dengan membongkar praktik mafia regulasi yang selama ini tersembunyi di balik label profesionalisme dan standardisasi, pemerintah menunjukkan keseriusan dalam menghadapi persoalan ketenagakerjaan secara lebih fundamental. Tidak hanya menciptakan lapangan kerja, tapi juga membongkar hambatan-hambatan struktural yang membuat generasi muda tidak mendapatkan akses yang setara terhadap peluang kerja.
Langkah yang diambil pemerintah bukan hanya berhenti pada pernyataan. Saat ini, berbagai inisiatif sedang disiapkan untuk mereformasi regulasi pendidikan profesi. Pemerintah tengah mengevaluasi ulang kebijakan yang mewajibkan lulusan sarjana untuk melanjutkan ke jenjang profesi dengan biaya tinggi, agar tidak lagi menjadi penghalang bagi mereka yang berasal dari keluarga kurang mampu. Skema pembiayaan baru sedang disiapkan, termasuk perluasan program beasiswa afirmatif yang melibatkan lembaga seperti LPDP dan BUMN. Tak hanya itu, proses sertifikasi dan uji kompetensi pun sedang ditinjau ulang agar lebih transparan, adil, dan bebas dari intervensi oknum.
Langkah-langkah tersebut tentu tidak dapat dilakukan dalam semalam. Butuh proses, koordinasi lintas kementerian, dan juga keberanian politik untuk menghadapi berbagai kepentingan yang sudah lama bercokol dalam sistem. Namun inilah yang membedakan pemerintah yang responsif dengan pemerintah yang reaktif. Alih-alih membiarkan masalah ini terus berlangsung dalam senyap, pemerintah melalui pernyataan Wamenaker memilih jalan yang lebih terbuka: mengakui masalah, membongkarnya, dan mengambil langkah-langkah nyata untuk memperbaiki.
Sayangnya, sebagian pihak justru lebih fokus menyerang istilah “mafia regulasi” daripada melihat inti masalah yang ingin dibenahi. Ada yang menilai pernyataan tersebut sebagai bentuk kegagalan pemerintah dalam menyerap tenaga kerja, atau bahkan sebagai upaya melempar kesalahan ke pihak lain. Kritik seperti ini tentu sah dalam demokrasi, namun alangkah lebih bijaknya jika kritik tersebut disertai dengan pemahaman yang utuh terhadap konteks dan substansi persoalan. Pemerintah tidak sedang menghindari tanggung jawab, justru sebaliknya, sedang menguliti akar masalah yang selama ini menghambat kemajuan anak-anak bangsa.
Dalam situasi seperti ini, peran media dan masyarakat sangat penting untuk ikut mengawal proses pembenahan ini, bukan justru mengaburkan niat baik dengan narasi yang tendensius. Reformasi regulasi dan penataan sistem kerja profesi bukan semata agenda pemerintah, melainkan agenda seluruh bangsa yang ingin melihat anak-anak mudanya punya masa depan yang cerah, setara, dan tidak terhambat oleh aturan-aturan yang dibuat tanpa keberpihakan.
Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto saat ini sedang menjalankan agenda besar pembangunan SDM, salah satunya dengan memperluas akses pelatihan vokasi, memperkuat link and match antara dunia pendidikan dan industri, serta menata ulang sistem kerja dan profesi. Komitmen ini tidak hanya tertulis dalam rencana kerja pemerintah, tapi juga mulai terlihat dalam berbagai aksi nyata, termasuk dalam keberanian pejabat negara untuk bersuara keras ketika ada yang tidak beres dalam sistem. Pernyataan Wamenaker adalah bagian dari sikap transparan itu. Ia tidak menutupi realita, tidak membungkusnya dengan bahasa manis, tapi justru menyuarakan apa yang selama ini dikeluhkan oleh ribuan mahasiswa, tenaga medis muda, dan para lulusan yang terhambat melangkah.
Maka daripada menjadikan pernyataan ini sebagai bahan olok-olokan, sebaiknya kita jadikan sebagai panggilan untuk bergerak bersama. Pemerintah tidak mungkin berjalan sendiri dalam memberantas praktik mafia regulasi. Dibutuhkan partisipasi publik, dukungan dari media yang objektif, serta solidaritas dari para pemangku kepentingan pendidikan dan tenaga kerja. Hanya dengan semangat kolektif semacam itulah kita bisa memastikan bahwa masa depan lulusan Indonesia tidak lagi ditentukan oleh siapa yang punya akses, tapi oleh siapa yang punya kompetensi dan kemauan.
Dengan demikian, pernyataan Wamenaker bukan sekadar kritik atau kontroversi, melainkan sinyal kuat bahwa pemerintah tidak akan membiarkan sistem yang tidak adil terus berlangsung. Ini adalah langkah awal dari proses panjang reformasi, langkah yang layak didukung, diawasi, dan diperjuangkan bersama.
Share News
For Add Product Review,You Need To Login First