Tuesday 19-08-2025

Menakar Utang Negara Antara Pembangunan dan Batas Aman

  • Created Aug 05 2025
  • / 133 Read

Menakar Utang Negara Antara Pembangunan dan Batas Aman

Dalam beberapa waktu terakhir, utang negara kembali menjadi sorotan, terutama setelah laporan dari ASEAN+3 Macroeconomic Research Office (AMRO) yang memprediksi bahwa pada tahun 2029 rasio utang Indonesia bisa mencapai sekitar 45% dari Produk Domestik Bruto (PDB). Angka ini kemudian ramai diberitakan dan memicu kekhawatiran sebagian masyarakat, seolah-olah Indonesia sedang berada di ujung krisis utang. Padahal, jika ditakar secara objektif, proyeksi itu tidak otomatis menandakan ancaman. Justru, dalam konteks pembangunan negara berkembang, utang adalah salah satu instrumen penting untuk mendorong kemajuan ekonomi secara berkelanjutan.

Data dari Kementerian Keuangan per Mei 2025 mencatat total utang pemerintah Indonesia sekitar Rp 8.300 triliun. Namun, angka nominal tersebut tidak bisa dilepaskan dari konteks PDB nasional. Rasio utang terhadap PDB Indonesia saat ini berada di angka sekitar 39%, masih jauh dari batas aman yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, yakni maksimal 60% dari PDB. Jika sesuai dengan prediksi AMRO, hingga tahun 2029 pun rasio utang Indonesia masih tetap aman. Jika dibandingkan secara global, Indonesia tergolong negara dengan rasio utang yang relatif rendah. Negara-negara besar seperti Jepang, Amerika Serikat, bahkan beberapa negara ASEAN lainnya memiliki rasio yang jauh lebih tinggi, namun tetap stabil secara fiskal karena pengelolaan utang yang disiplin.

Menakar utang negara bukan hanya soal besar kecilnya nominal, tetapi juga tentang bagaimana utang itu digunakan. Pemerintah Indonesia selama ini menggunakan utang untuk pembiayaan pembangunan yang produktif, bukan untuk konsumsi jangka pendek. Mulai dari pembangunan infrastruktur seperti jalan tol, pelabuhan, bandara, bendungan, fasilitas pendidikan dan kesehatan di era Presiden Jokowi hingga program-program prioritas Presiden Prabowo Subianto seperti transisi energi, penguatan ketahanan pangan dan program prioritas lainnya. Artinya, setiap utang yang diambil diarahkan untuk menciptakan nilai tambah ekonomi yang berkelanjutan bagi generasi sekarang dan masa depan.

Lebih dari itu, pemerintah juga menerapkan prinsip kehati-hatian dalam mengelola utang. Diversifikasi sumber utang, pengendalian risiko kurs, pengaturan tenor jangka panjang, serta strategi pembiayaan yang fleksibel menjadi bagian dari manajemen utang yang adaptif terhadap dinamika global. Transparansi dan akuntabilitas pun terus ditingkatkan melalui publikasi data secara berkala dan terbuka. Dengan kata lain, utang dikelola bukan secara sembarangan, melainkan melalui mekanisme yang terukur dan berdasarkan rencana fiskal jangka menengah.

Wajar jika publik mengkritisi atau menanyakan arah kebijakan utang pemerintah. Namun penting juga bagi kita untuk membangun literasi fiskal yang lebih kuat. Sebuah negara bisa dikatakan sehat secara ekonomi bukan karena tidak berutang, tetapi karena mampu mengelola utangnya dengan bijak, produktif, dan bertanggung jawab. Dalam situasi global yang penuh ketidakpastian, justru kemampuan suatu negara untuk memanfaatkan instrumen fiskal seperti utang secara efektif akan menentukan daya tahannya menghadapi guncangan ekonomi.

Akhir kata, menakar utang negara perlu dilakukan secara jernih, tidak berdasarkan asumsi atau ketakutan yang berlebihan. Dengan rasio utang yang masih jauh di bawah batas aman, struktur utang yang terkendali, dan arah pembiayaan yang fokus pada pembangunan jangka panjang, Indonesia masih berada di jalur yang tepat. Tugas kita bersama adalah terus mengawal kebijakan ini agar manfaatnya benar-benar dirasakan oleh seluruh rakyat Indonesia.

Share News


For Add Product Review,You Need To Login First