Friday 05-09-2025

Mengurai Pajak Ekonomi Hitam dan Keberpihakan pada UMKM

Posted By Ezra Wirotama
  • Created Aug 20 2025
  • / 3068 Read

Mengurai Pajak Ekonomi Hitam dan Keberpihakan pada UMKM

Wacana pemerintah untuk mulai menarik pajak dari sektor yang disebut ekonomi hitam pada tahun 2026 menjadi salah satu topik hangat yang patut diperhatikan. Selama ini, ekonomi hitam atau black economy kerap dipahami sebagai aktivitas ekonomi yang berjalan di luar pencatatan resmi negara. Bentuknya beragam, mulai dari transaksi tunai tanpa faktur, usaha yang tidak memiliki izin, hingga aktivitas ilegal. Dalam praktik sehari-hari, ekonomi hitam juga bisa mencakup pedagang eceran atau usaha yang sengaja tidak melaporkan omzet secara penuh untuk menghindari pajak.

Skala ekonomi hitam bukanlah sesuatu yang kecil. Sejumlah kajian menyebutkan bahwa porsi ekonomi informal dan aktivitas yang tidak tercatat bisa mencapai belasan persen dari total Produk Domestik Bruto (PDB). Artinya, ada potensi perputaran uang yang sangat besar, tetapi negara kehilangan kesempatan untuk menarik penerimaan pajak darinya. Padahal, pajak merupakan salah satu sumber utama pembiayaan pembangunan. Tanpa penambahan basis pajak, ruang fiskal pemerintah akan semakin sempit, terutama di tengah kebutuhan belanja negara yang terus meningkat dari tahun ke tahun.

Dalam kerangka inilah, rencana penarikan pajak dari ekonomi hitam perlu dipahami. Pemerintah tidak sekadar ingin memperbesar penerimaan, tetapi juga berupaya menciptakan sistem ekonomi yang lebih transparan dan berkeadilan. Dengan membawa aktivitas ekonomi dari ruang gelap menuju terang, mekanisme pasar akan menjadi lebih sehat, sementara penerimaan negara dapat ditingkatkan untuk kepentingan publik. Infrastruktur, pendidikan, kesehatan, hingga program perlindungan sosial akan lebih terjamin apabila sumber pendanaannya cukup.

Meski demikian, muncul pula kekhawatiran bahwa kebijakan ini akan memberatkan pelaku usaha kecil, terutama UMKM yang masih merintis. Pertanyaan itu wajar, sebab UMKM merupakan tulang punggung ekonomi nasional: lebih dari 60% PDB Indonesia disumbang oleh UMKM, dan lebih dari 97% tenaga kerja terserap di sektor ini. Jika kebijakan pajak justru menghambat langkah UMKM, maka dampaknya akan terasa luas di masyarakat.

Namun, pemerintah melalui Menteri Keuangan sudah menegaskan garis batas yang jelas. UMKM dengan omzet di bawah Rp. 500 juta per tahun dibebaskan dari kewajiban membayar pajak penghasilan. Artinya, pedagang kecil, warung, kios, atau usaha mikro yang omzetnya masih terbatas tetap terlindungi. Kebijakan ini menunjukkan keberpihakan negara pada sektor yang paling rentan, sekaligus memberikan kepastian bahwa pajak ekonomi hitam tidak diarahkan pada usaha kecil, melainkan pada pelaku ekonomi yang sebenarnya sudah cukup besar namun masih beroperasi di luar sistem resmi.

Kombinasi antara perluasan basis pajak dari ekonomi hitam dan pemutihan pajak bagi UMKM kecil sesungguhnya memperlihatkan keseimbangan dalam strategi fiskal pemerintah. Di satu sisi, negara berusaha meningkatkan penerimaan secara adil dengan menarik kontribusi dari aktivitas ekonomi yang selama ini tidak tersentuh. Di sisi lain, negara juga menjaga agar kelompok usaha kecil tetap mendapat ruang untuk berkembang tanpa beban tambahan.

Kebijakan ini tentu bukan tanpa tantangan. Pemerintah harus memastikan implementasi di lapangan berjalan konsisten, sehingga tidak ada pedagang kecil yang keliru ditarik pajak. Sosialisasi yang jelas dan mekanisme administrasi yang sederhana menjadi kunci. Jika dijalankan dengan baik, kebijakan ini bisa menjadi tonggak penting bagi perbaikan sistem perpajakan Indonesia: lebih luas, lebih transparan, dan lebih berkeadilan. Dari ekonomi yang semula hitam, kini perlahan menjadi terang, sementara UMKM kecil tetap terlindungi sebagai motor penggerak utama perekonomian bangsa.

Tags :

Share News


For Add Product Review,You Need To Login First