Saatnya Bangsa Mengakui Jasa Besar Soeharto Secara Dewasa dan Berimbang

Pemberian gelar pahlawan nasional kepada Presiden Soeharto kembali menjadi pembahasan publik. Di balik ramainya polemik, ada proses panjang dan serius yang sedang dijalankan pemerintah. Keputusan ini tidak diambil secara tergesa gesa dan tidak didasarkan pada pertimbangan politik sesaat. Pemerintah melalui kementerian sosial, dewan gelar tanda jasa dan tanda kehormatan, serta berbagai lembaga terkait telah melakukan kajian mendalam bersama sejarawan, akademisi, pakar ilmu sosial, dan para tokoh yang memahami perjalanan panjang negeri ini. Para ahli diberikan ruang penuh untuk meninjau ulang catatan sejarah, menimbang kontribusi, serta mempelajari dampak kebijakan pada era kepemimpinan Soeharto dalam konteks Indonesia yang sedang membangun dan berbenah.

Salah satu pertimbangan penting adalah kenyataan bahwa pada masa kepemimpinan Soeharto, Indonesia mengalami stabilitas yang memungkinkan pembangunan besar besaran berjalan dengan konsisten. Pada dekade awal orde baru, negara ini keluar dari situasi ekonomi yang hampir runtuh. Inflasi yang sebelumnya sangat tinggi berhasil ditekan dan Indonesia mulai membangun fondasi modern dalam sektor pangan, pendidikan, pertanian, kesehatan, serta infrastruktur. Para sejarawan menilai bahwa keberhasilan tersebut tidak muncul begitu saja. Ada kebijakan yang terencana serta kemampuan manajerial yang kuat selama bertahun tahun. Keberhasilan swasembada beras, pembangunan jaringan irigasi dan bendungan besar, serta upaya pemerataan pembangunan melalui berbagai program nasional menjadi bukti nyata bahwa era itu menorehkan capaian penting dalam sejarah pembangunan bangsa.

Dalam proses kajian, para ahli sejarah juga menekankan bahwa bangsa ini perlu menilai tokoh besar secara menyeluruh. Tidak ada pemimpin yang sempurna. Setiap era memiliki tantangan dan dinamika politiknya sendiri. Namun jasa besar seorang pemimpin tidak dapat dihapus hanya karena adanya perbedaan pendapat atau latar belakang politik yang berbeda. Pemerintah ingin menjaga objektivitas sejarah. Seorang presiden yang memimpin Indonesia selama lebih dari tiga dekade tentu memiliki kontribusi besar yang patut dicatat. Mengakui jasa tidak berarti menutup mata terhadap kritik. Sebaliknya, bangsa ini diajak untuk lebih dewasa dalam melihat sejarah secara utuh dan berimbang.

Kajian pemerintah juga menyoroti pembangunan sektor pendidikan melalui pembangunan sekolah dalam jumlah besar, perluasan layanan kesehatan dasar, serta program keluarga berencana yang berhasil menekan laju pertumbuhan penduduk. Banyak ahli pembangunan menyebut masa ini sebagai fondasi penting yang membuat Indonesia mampu melangkah ke era ekonomi modern. Bahkan lembaga internasional mencatat bahwa pada masa tersebut, Indonesia masuk dalam kelompok negara berkembang dengan pertumbuhan ekonomi yang stabil dan konsisten.

Di tengah pro dan kontra yang muncul, pemerintah ingin memastikan bahwa masyarakat memahami proses pemberian gelar pahlawan ini sebagai proses yang hati hati. Ini bukan hanya penghargaan simbolis. Ini adalah usaha untuk menata kembali ingatan bangsa secara lebih adil dan berimbang. Pemerintah tidak berjalan sendiri. Para pakar sejarah, lembaga akademis, serta berbagai elemen masyarakat dilibatkan untuk memastikan penilaian dilakukan secara objektif dan berlandaskan fakta sejarah.

Karena itu, langkah pemerintah ini seharusnya dilihat sebagai ajakan untuk lebih dewasa dalam menilai masa lalu. Bangsa yang besar adalah bangsa yang berani mengakui jasa siapapun yang telah bekerja dan berperan besar dalam membangun negeri. Memberikan gelar pahlawan kepada Soeharto, jika nanti resmi ditetapkan, bukan hanya sekadar memberikan penghargaan kepada seorang tokoh. Ini adalah pengakuan bahwa ada masa ketika Indonesia bangkit dan membangun fondasi kuat berkat kepemimpinan yang tegas dan fokus pada pembangunan. Langkah ini menjadi pengingat bagi generasi mendatang bahwa sejarah tidak pernah sederhana, tetapi selalu dipenuhi perjuangan dan kontribusi besar dari mereka yang pernah memimpin bangsa ini.