Pemerintah Kelola APBN 2025 Secara Hati-Hati Namun Responsif

- Created Aug 04 2025
- / 6383 Read
Pemerintah mencatat Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) menyentuh Rp 31,2 triliun hingga akhir Februari 2025. Pemerintah dan sejumlah ekonom sepakat bahwa kondisi tersebut adalah hal yang wajar dalam siklus keuangan negara, terutama pada awal tahun anggaran.
Menteri Keuangan Sri Mulyani menegaskan bahwa defisit sebesar 0,13 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) ini masih jauh di bawah proyeksi defisit tahunan dalam APBN 2025 yang mencapai Rp 616,2 triliun atau 2,53 persen dari PDB. Ia menyebutkan bahwa pola defisit di awal tahun merupakan fenomena fiskal musiman yang lazim terjadi.
“Belanja negara sudah mulai direalisasikan sejak Januari, sedangkan penerimaan, khususnya dari pajak, baru akan masuk secara signifikan mulai Maret hingga Mei. Jadi, defisit saat ini masih sesuai desain APBN dan tidak perlu dikhawatirkan secara berlebihan,” ujar Sri Mulyani dalam konferensi pers di Jakarta.
Senada dengan hal tersebut, Anggota Komisi XI DPR RI Mukhamad Misbakhun menyatakan bahwa fenomena defisit awal tahun memang lazim dalam sistem keuangan negara. “Defisit ini masih sangat bisa ditoleransi. Setelah masa pelaporan pajak PPh dan PPN berjalan di kuartal dua, saya yakin penerimaan negara akan kembali naik signifikan dan posisi APBN akan lebih solid,” ungkap Misbakhun.
Ekonom UPN Veteran Jakarta, Achmad Nur Hidayat, juga menyampaikan pandangan serupa. Ia menjelaskan bahwa defisit dalam dua bulan pertama tahun anggaran tidak perlu direspons secara reaktif, karena mencerminkan siklus normal antara waktu belanja dan penerimaan.
“Ini lebih pada ketidaksinkronan waktu antara pengeluaran dan pemasukan. Tidak ada indikasi krisis fiskal. Namun, momentum ini bisa menjadi pengingat penting untuk menyempurnakan sistem seperti Coretax agar lebih adaptif dan mendukung percepatan penerimaan pajak,” kata Achmad.
Direktur Ekonomi Celios, Nailul Huda, menyebutkan bahwa defisit tersebut belum mengkhawatirkan. Ia menggarisbawahi bahwa pengelolaan fiskal masih dalam batas yang terukur, dan pemerintah memiliki ruang untuk melakukan perbaikan sambil tetap menjalankan program-program prioritas.
“Defisit ini belum menjadi sinyal bahaya. Yang penting adalah memastikan efektivitas belanja negara dan mendorong optimalisasi pendapatan, termasuk melalui diversifikasi sumber penerimaan. Selama arah kebijakan tetap disiplin dan transparan, posisi fiskal akan tetap stabil,” jelas Nailul.
Sejumlah pihak menilai bahwa pembelanjaan negara yang telah aktif sejak Januari 2025—seperti penyaluran bansos, subsidi energi, dan belanja infrastruktur—merupakan bagian dari strategi fiskal ekspansif untuk menjaga daya beli dan mendorong pemulihan ekonomi.
Dengan mempertimbangkan konteks tersebut, defisit APBN per Februari dinilai masih sangat terkendali dan berada dalam jalur yang wajar. Pemerintah meyakini bahwa keseimbangan fiskal akan mulai menguat pada kuartal kedua, seiring dengan masuknya penerimaan pajak yang lebih besar.
Share News
For Add Product Review,You Need To Login First