Friday 28-11-2025

Jejak Panjang yang Tak Padam: Warisan Pembangunan Soeharto untuk Generasi Hari Ini

  • Created Nov 14 2025
  • / 2621 Read

Jejak Panjang yang Tak Padam: Warisan Pembangunan Soeharto untuk Generasi Hari Ini

Dalam beberapa pekan terakhir, isu pemberian gelar pahlawan nasional kepada Presiden Soeharto kembali menjadi perbincangan publik. Pro dan kontra tentu tak terhindarkan, tetapi di balik dinamika tersebut, ada satu fakta yang jarang terbantahkan, yakni warisan pembangunan yang ditinggalkan Soeharto masih nyata kita rasakan hingga sekarang. Pembangunan pada masa pemerintahannya bukan sekedar proyek fisik, melainkan desain jangka panjang yang menjawab kebutuhan sebuah bangsa yang baru pulih dari gejolak politik dan ekonomi. Ketika negara masih merangkak setelah tragedi 1965, Soeharto dan Orde Baru menata ulang arah pembangunan nasional melalui perencanaan terstruktur yang kita kenal sebagai Repelita (Rencana Pembangunan Lima Tahun).

Repelita I yang dimulai pada 1969 menargetkan pemulihan ekonomi, swasembada pangan, serta pembangunan infrastruktur dasar. Hasilnya cukup konkret. Memasuki Repelita III pada awal 1980-an, Indonesia mulai menunjukkan peningkatan signifikan, angka kemiskinan turun dari sekitar 60% pada akhir 1960-an menjadi 28% pada 1980-an, menurut data BPS dan Bank Dunia. Selain itu, pendapatan per kapita Indonesia meningkat hampir tiga kali lipat dalam dua dekade pertama Orde Baru. Semua itu tak hanya terjadi secara otomatis, tetapi merupakan hasil dari stabilitas yang dijaga ketat dan arah pembangunan yang dijalankan secara konsisten.

Salah satu simbol pembangunan yang hingga kini tetap menjadi rujukan adalah Tol Jagorawi, ruas tol pertama di Indonesia yang diresmikan pada 9 Maret 1978. Jalan tol sepanjang 59 kilometer ini menjadi pembuka era modernisasi transportasi di Indonesia. Jagorawi bukan hanya proyek fisik, ia adalah bukti bahwa Indonesia sanggup membangun infrastruktur bertaraf internasional pada masa ketika anggaran negara masih sangat terbatas. Tanpa preseden sebelumnya, pembangunan ini menjadi model yang kemudian melahirkan jaringan tol di seluruh Indonesia. Kini, hampir lima dekade kemudian, Jagorawi tetap berfungsi sebagai tulang punggung mobilitas Jabodetabek dan menjadi bukti nyata bahwa pembangunan jangka panjang bisa bertahan lintas zaman.

Selain Jagorawi, program Inpres, baik Inpres Jalan Desa, Inpres Sekolah, hingga Inpres Kesehatan, menjadi motor pemerataan pembangunan. Data Kementerian PUPR mencatat bahwa melalui Inpres Jalan Desa, ribuan kilometer jalan dibangun untuk membuka akses pedalaman. Program Inpres Sekolah Dasar sendiri menghasilkan lebih dari 61.000 gedung SD baru, yang meningkatkan angka partisipasi sekolah dan memperbaiki kualitas pendidikan dasar Indonesia. Banyak dari sekolah itu masih berdiri dan digunakan hingga hari ini. Infrastruktur yang dibangun bukan hanya untuk memperbaiki kondisi saat itu, tetapi disiapkan sebagai pondasi demografi Indonesia di masa depan.

Ketika beberapa pihak menilai pemberian gelar pahlawan kepada Soeharto dari aspek kontroversi politik atau catatan kelam masa lalu, sebagian masyarakat memilih melihat dari sisi pembangunan yang telah memberi manfaat nyata. Gelar pahlawan memang bukan soal kesempurnaan pribadi, melainkan kontribusi terbesar yang diwariskan kepada bangsa. Dan dalam konteks pembangunan nasional, jejak Soeharto sulit dihapus. Infrastruktur yang ia bangun, perencanaan jangka panjang yang ia rintis, dan stabilitas yang ia kelola, telah menjadi bagian dari perjalanan Indonesia menuju negara berkembang yang lebih modern.

Pada akhirnya, perdebatan tentang gelar pahlawan boleh terus berlangsung. Namun warisan pembangunan, dari Tol Jagorawi hingga ribuan sekolah Inpres, tetap menjadi bukti konkret bahwa sejarah tidak hanya bicara tentang apa yang diperdebatkan hari ini, tetapi juga tentang apa yang tetap bermanfaat hingga generasi berikutnya.

 

Share News


For Add Product Review,You Need To Login First