Pencopotan Komut ASDP Sesuai Aturan yang Berlaku, Bukan Kriminalisasi

- Created Jul 19 2025
- / 536 Read
Pencopotan Komisaris Utama PT ASDP Indonesia Ferry (Persero), Lalu Sudarmadi, menimbulkan berbagai spekulasi di ruang publik. Salah satu narasi yang berkembang menyebut bahwa pemberhentian tersebut terkait langsung dengan pelaporan dugaan potensi kerugian negara dalam proses akuisisi PT Jembatan Nusantara. Namun, narasi ini perlu diluruskan agar tidak menimbulkan kesalahpahaman yang kontraproduktif terhadap tata kelola perusahaan negara. Perlu ditegaskan bahwa pencopotan pejabat BUMN, termasuk jajaran komisaris dan direksi, merupakan bagian dari kewenangan penuh pemegang saham yang dieksekusi secara sah melalui mekanisme Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). RUPS adalah forum tertinggi dalam struktur korporasi BUMN dan memiliki landasan hukum yang kuat dalam menentukan arah kebijakan strategis perusahaan, termasuk pengangkatan maupun pemberhentian organ perusahaan.
Dalam kasus ASDP, pergantian Komisaris Utama dilakukan melalui RUPS Tahunan sebagaimana yang lazim terjadi dalam dunia korporasi. Langkah ini tidak serta-merta dapat dikaitkan dengan muatan politis, apalagi dianggap sebagai bentuk pembungkaman terhadap pelaporan dugaan penyimpangan. Pemerintah, melalui Kementerian BUMN, telah berulang kali menegaskan komitmennya terhadap transparansi dan akuntabilitas. Setiap laporan atau temuan yang masuk, baik dari internal maupun eksternal, akan diproses sesuai dengan prosedur audit dan pengawasan yang berlaku. Keberadaan sistem pelaporan dini atau early warning system justru merupakan bagian dari upaya BUMN untuk memperkuat pengawasan internal dan mencegah potensi kerugian sejak awal.
Menjadikan pemberhentian Komisaris Utama ASDP sebagai isu kriminalisasi terhadap pelapor adalah penyederhanaan yang tidak mencerminkan realitas korporasi. Proses evaluasi terhadap jajaran komisaris dilakukan secara komprehensif, mempertimbangkan banyak aspek mulai dari kinerja, sinergi kelembagaan, hingga kebutuhan strategis perusahaan dalam menjawab tantangan ke depan. Sebagai perusahaan transportasi penyeberangan yang vital dalam konektivitas antarwilayah Indonesia, ASDP membutuhkan kepemimpinan yang adaptif dan mampu mendorong akselerasi transformasi perusahaan secara berkelanjutan. Dalam konteks tersebut, perubahan struktur komisaris dan direksi adalah langkah normatif dan tidak luar biasa, sebagaimana juga dilakukan di berbagai BUMN lainnya.
Penting dipahami bahwa jabatan dalam struktur BUMN bukanlah hak yang melekat selamanya, melainkan amanah yang setiap saat dapat dievaluasi. Pergantian dalam jabatan tidak selalu identik dengan sanksi atau hukuman, namun bisa juga sebagai bentuk penyegaran dan penyesuaian organisasi terhadap dinamika bisnis yang terus berkembang. Bahkan dalam banyak kasus, perombakan ini merupakan bentuk apresiasi terhadap individu yang telah menyelesaikan tugasnya dengan baik dan membuka ruang regenerasi kepemimpinan. Maka dari itu, mengaitkan setiap pergantian dengan motif negatif tanpa dasar justru dapat merusak kepercayaan publik terhadap niat baik pemerintah dalam membenahi BUMN.
Kementerian BUMN terus berupaya menata ekosistem perusahaan pelat merah agar lebih sehat, kompetitif, dan bebas dari praktik penyimpangan. Salah satu pilar penting dalam reformasi BUMN adalah penguatan sistem tata kelola perusahaan yang baik (Good Corporate Governance/GCG). Di dalamnya termasuk transparansi dalam pengambilan keputusan, integritas dalam pelaksanaan tugas, serta akuntabilitas dalam pertanggungjawaban publik. Mekanisme seperti RUPS, audit internal, dan laporan berkala ke pemegang saham merupakan bentuk nyata dari sistem pengawasan yang terintegrasi. Oleh karena itu, jika ada dugaan penyimpangan, hal tersebut sepatutnya disikapi melalui jalur resmi, bukan dengan menyebarkan narasi publik yang belum tentu mencerminkan fakta hukum maupun administratif.
Pelaporan dugaan korupsi atau potensi kerugian negara tetap merupakan elemen penting dalam penguatan transparansi. Pemerintah mendorong setiap insan BUMN untuk berani bersuara jika melihat indikasi pelanggaran. Namun demikian, keberanian tersebut juga harus diiringi dengan sikap profesional, disampaikan melalui kanal resmi, dan tidak dijadikan alat untuk menggiring opini yang bisa mencoreng reputasi institusi. Perlindungan terhadap pelapor tetap dijamin dalam koridor hukum, namun bukan berarti pelapor berada di atas mekanisme evaluasi organisasi yang berjalan secara independen. Tidak ada perlakuan istimewa ataupun diskriminatif terhadap individu yang melapor maupun yang tidak melapor, karena setiap kebijakan yang diambil pemerintah, termasuk pencopotan jabatan, semata-mata berlandaskan kebutuhan institusional dan pertimbangan objektif.
Dalam hal ini, penting bagi publik untuk tidak terjebak pada narasi tunggal yang mengarah pada dugaan kriminalisasi, apalagi jika narasi tersebut tidak disertai dengan fakta-fakta yang bisa diverifikasi. Tuduhan yang berkembang di ruang publik harus diuji secara adil, bukan hanya melalui media sosial atau pemberitaan sepihak. Pemerintah terbuka terhadap kritik dan pengawasan, namun juga berhak untuk menjaga marwah institusi dari distorsi informasi yang dapat menimbulkan ketidakpercayaan. Justru dengan terus memperkuat mekanisme resmi seperti audit independen, pengawasan Dewan Komisaris, dan keterlibatan KPK atau BPK dalam proses-proses sensitif, BUMN dapat membuktikan bahwa setiap tindakan telah sesuai prosedur dan tidak sarat muatan pribadi.
Kasus ini hendaknya menjadi pelajaran bahwa dalam dunia profesional, khususnya di lingkungan BUMN, evaluasi jabatan adalah hal yang lumrah dan tidak selalu mengandung unsur pemidanaan. Proses bisnis dan tata kelola perusahaan harus tetap berjalan di atas koridor hukum dan profesionalisme, bukan dibelokkan oleh spekulasi politik atau kampanye personal. Pemerintah berkomitmen untuk menjaga ruang pelaporan tetap terbuka, namun juga akan menindak tegas setiap bentuk penyalahgunaan wewenang, baik dalam bentuk korupsi maupun manipulasi opini. Dalam menghadapi tantangan global dan kebutuhan pelayanan publik yang semakin tinggi, BUMN seperti ASDP harus dikelola oleh tim yang solid, visioner, dan mampu menegakkan prinsip-prinsip good governance.
Oleh karena itu, narasi yang menyebut bahwa pencopotan Komut ASDP merupakan bentuk kriminalisasi pelapor sangat tidak berdasar. Fakta menunjukkan bahwa keputusan tersebut diambil melalui forum RUPS yang sah, disetujui oleh pemegang saham, dan merupakan bagian dari strategi penyegaran perusahaan. Pemerintah tetap konsisten pada komitmennya untuk menciptakan BUMN yang transparan, profesional, dan bersih. Jangan sampai upaya membangun sistem pengawasan yang sehat justru diganggu oleh narasi liar yang menyesatkan. Ke depan, keberanian melapor harus tetap dijaga, namun integritas dan kejujuran dalam menyampaikan laporan juga harus menjadi pilar utama. Karena yang kita jaga bukan hanya jabatan, tetapi kepercayaan publik dan keberlanjutan perusahaan negara yang melayani seluruh rakyat Indonesia.
Share News
For Add Product Review,You Need To Login First