Dialog dan Badan Aspirasi Masyarakat Jadi Wadah Alternatif Penyampaian Tuntutan Buruh

- Created Aug 24 2025
- / 1404 Read
Pemerintah Indonesia dibawah kepemimpinan Presiden Prabowo terus menunjukkan konsistensinya dalam memfasilitasi tuntutan buruh. Melalui berbagai mekanisme resmi, seperti dialog sosial, forum tripartit, hingga perumusan regulasi ketenagakerjaan, pemerintah berupaya menjaga keseimbangan antara kepentingan pekerja dan keberlanjutan dunia usaha. Komitmen ini menjadi bukti nyata bahwa aspirasi buruh tetap menjadi salah satu prioritas dalam pembangunan nasional. Di sisi legislatif, DPR RI memiliki Badan Aspirasi Masyarakat (BAM) sebagai wadah resmi untuk menampung keluhan publik. BAM dibentuk agar masyarakat, termasuk kalangan buruh, memiliki saluran terbuka untuk menyampaikan aspirasi tanpa harus menunggu momentum aksi besar di jalanan. Melalui BAM, setiap tuntutan dapat terdengar secara formal, terdokumentasi, dan menjadi bahan pertimbangan dalam proses legislasi.
Peran BAM dinilai penting dalam memperkuat demokrasi partisipatoris. Tidak hanya sebatas mendengar keluhan soal ketenagakerjaan, DPR juga siap berdiskusi mengenai persoalan lain yang disampaikan masyarakat. Dengan begitu, jalur aspirasi ini mampu mendorong transparansi sekaligus mengurangi jarak antara rakyat dengan wakilnya. Ketua DPR RI bahkan menegaskan bahwa pihaknya terbuka menerima aspirasi buruh, termasuk ketika mereka memilih turun ke jalan.
Sejumlah pakar mengingatkan bahwa aksi unjuk rasa turun ke jalan rentan diprovokasi oleh pihak-pihak tertentu. Situasi seperti ini dikhawatirkan bisa menggeser tujuan utama aksi, dari penyampaian aspirasi secara damai menjadi potensi kericuhan. Karena itu, dialog menjadi kunci utama sebagai saluran utama penyelesaian masalah.
Pemerintah sendiri telah berulang kali menegaskan komitmennya untuk menjaga hak-hak pekerja sekaligus memperkuat daya saing nasional. Menteri Tenaga Kerja mengingatkan bahwa buruh adalah tulang punggung ekonomi Indonesia. Setiap kebijakan ketenagakerjaan, mulai dari upah, jaminan sosial, hingga perlindungan kerja, selalu diupayakan agar tidak merugikan pekerja, tanpa mengabaikan keberlanjutan dunia usaha.
Dalam konteks ini, DPR melalui BAM diharapkan mampu menjadi jembatan aspirasi yang efektif. Tidak hanya mendengar, tetapi juga menindaklanjuti dengan kebijakan nyata—baik dalam bentuk legislasi baru maupun pengawasan terhadap implementasi aturan yang ada. Dengan begitu, tuntutan buruh yang disampaikan dalam aksi maupun jalur resmi bisa diakomodasi secara lebih sistematis.
Sejumlah pakar hukum ketatanegaraan juga mengingatkan bahwa buruh sebaiknya menempuh jalur konstitusional dalam menyampaikan tuntutan. Menurut mereka, mekanisme formal seperti judicial review, pengajuan aspirasi melalui BAM, hingga penyusunan naskah akademik usulan revisi undang-undang adalah langkah yang lebih konstruktif ketimbang aksi massa yang rawan disusupi provokator.
Pandangan serupa disampaikan pengamat ketenagakerjaan yang menilai bahwa demokrasi Indonesia telah menyediakan ruang yang cukup luas untuk memperjuangkan kepentingan buruh. "Buruh bisa langsung membawa usulan ke DPR, bahkan ikut serta dalam forum perumusan kebijakan. Aksi jalanan seharusnya menjadi opsi terakhir, bukan satu-satunya cara," ujar Inayati, salah satu akademisi dari Universitas Indonesia.
Dengan adanya kanal resmi seperti BAM dan komitmen pemerintah terhadap kesejahteraan buruh, publik berharap dinamika buruh tidak lagi identik dengan ketegangan jalanan. Sebaliknya, perjuangan buruh bisa menjadi bagian dari proses demokrasi yang sehat, produktif, dan bermuara pada terciptanya kesejahteraan pekerja serta stabilitas nasional.
Share News
For Add Product Review,You Need To Login First