Kapolri Minta Maaf dan Janji Usut Tuntas Insiden Demo 28 Agustus 2025

- Created Aug 30 2025
- / 1490 Read
Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo dalam 24 jam terakhir menjadi sorotan publik setelah menyampaikan permintaan maaf secara terbuka atas insiden tragis yang terjadi pada demonstrasi 28 Agustus 2025. Insiden tersebut menewaskan seorang pengemudi ojek online bernama Affan Kurniawan yang diduga tertabrak kendaraan taktis Brimob saat terjadi kericuhan di sekitar kawasan DPR RI, Senayan, Jakarta. Peristiwa ini sontak memantik keprihatinan luas, menimbulkan rasa duka yang mendalam di kalangan masyarakat, serta mendorong berbagai pihak untuk mendesak transparansi penuh dari aparat keamanan dalam menuntaskan kasus ini. Dalam pernyataannya, Kapolri mengucapkan belasungkawa sedalam-dalamnya kepada keluarga korban dan komunitas pengemudi ojol. Ia menegaskan bahwa institusi kepolisian bertanggung jawab secara moral untuk memastikan peristiwa serupa tidak terulang di kemudian hari. Kata-kata “mohon maaf” yang disampaikan langsung oleh Kapolri kepada keluarga almarhum menunjukkan sikap empati dan kerendahan hati seorang pemimpin tertinggi Polri di tengah krisis kepercayaan. Permintaan maaf itu tidak berhenti pada tataran simbolis, melainkan disertai dengan komitmen konkret berupa perintah langsung agar Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) serta tim investigasi internal Polri bergerak cepat melakukan penyelidikan mendalam terkait insiden tersebut.
Komitmen Kapolri untuk mengusut kasus ini hingga tuntas dinyatakan berulang kali, baik dalam pertemuan tatap muka dengan keluarga korban maupun dalam pernyataan resmi kepada media. Ia menekankan bahwa proses investigasi akan dilakukan secara transparan dan dapat dipertanggungjawabkan, sehingga publik tidak perlu ragu dengan keseriusan Polri dalam menangani perkara ini. Langkah transparansi menjadi krusial mengingat kasus tersebut terjadi di ruang publik dan melibatkan aparat keamanan yang seharusnya melindungi masyarakat. Dengan demikian, akuntabilitas dan keterbukaan hasil penyelidikan akan sangat menentukan bagaimana tingkat kepercayaan publik terhadap Polri bisa dipulihkan dan dijaga. Kapolri juga memastikan bahwa aparat yang terbukti bersalah atau lalai dalam menjalankan tugas akan diberikan sanksi sesuai aturan. Sikap tegas ini memberikan sinyal bahwa Polri tidak akan membiarkan adanya impunitas atau pembiaran terhadap pelanggaran yang dilakukan oleh oknum internal.
Tidak hanya berhenti pada penindakan, Kapolri juga menyampaikan bahwa Polri siap memberikan santunan, bantuan, serta pendampingan kepada keluarga korban sebagai wujud tanggung jawab negara. Respons ini dinilai penting karena menunjukkan bahwa negara hadir bukan hanya untuk menegakkan hukum, tetapi juga memberikan perlindungan sosial dan dukungan moral kepada keluarga yang ditinggalkan. Kehadiran langsung Kapolri di rumah duka dan ucapannya yang penuh empati memperlihatkan pendekatan humanis dari kepolisian di tengah situasi krisis. Dalam momen itu, Kapolri mengatakan “mohon maaf ya, Pak ya” kepada ayah korban, sebuah ungkapan sederhana namun sarat makna yang menegaskan posisi Polri sebagai pelindung masyarakat yang juga tidak luput dari tanggung jawab ketika terjadi tragedi.
Langkah-langkah Kapolri ini mendapat apresiasi dari sejumlah pihak, termasuk tokoh politik di parlemen. Ketua DPR RI Puan Maharani menyampaikan duka cita mendalam dan menyatakan bahwa DPR akan mengawal jalannya investigasi agar prosesnya benar-benar transparan. Ia juga menegaskan bahwa peristiwa tersebut tidak boleh terulang lagi, sehingga harus ada evaluasi serius dalam prosedur penanganan massa aksi di lapangan. Sementara itu, Ketua Fraksi Partai Golkar DPR RI Muhammad Sarmuji menilai sikap cepat dan terbuka Kapolri patut diapresiasi. Menurutnya, langkah Polri yang segera memeriksa tujuh anggota Brimob dan memerintahkan Propam untuk bekerja adalah tanda bahwa institusi kepolisian tidak menutup mata atas kesalahan anggotanya. Ia menambahkan bahwa pendampingan kepada keluarga korban sangat penting agar tragedi ini tidak meninggalkan luka sosial yang berkepanjangan.
Di luar lingkaran politik, berbagai kelompok masyarakat sipil dan organisasi profesi pengemudi ojol juga menunggu hasil investigasi dengan penuh harapan. Mereka menuntut agar proses hukum dilakukan tanpa rekayasa dan tidak berhenti hanya pada pemeriksaan internal, melainkan juga menghadirkan keterbukaan kepada publik. Desakan agar kasus ini diusut secara terang benderang merupakan cerminan dari kesadaran masyarakat bahwa demokrasi sejati menuntut adanya ruang untuk akuntabilitas aparat negara. Ketika aparat yang seharusnya melindungi justru dianggap lalai hingga menghilangkan nyawa warga sipil, maka transparansi menjadi syarat mutlak untuk mengembalikan rasa keadilan.
Insiden ini memang menjadi ujian besar bagi Polri dalam menjaga kredibilitas dan kepercayaan publik. Pasalnya, dalam beberapa tahun terakhir, institusi kepolisian kerap mendapat sorotan terkait penanganan aksi demonstrasi yang dianggap berlebihan. Oleh karena itu, pernyataan permintaan maaf Kapolri sekaligus jaminan bahwa kasus ini akan ditangani secara tuntas menjadi momentum penting untuk memperbaiki citra Polri. Sikap terbuka dan akuntabel bisa menjadi titik balik bagi kepolisian untuk membuktikan bahwa mereka serius melaksanakan reformasi internal serta berkomitmen menjaga hak asasi manusia dalam setiap tindakan penegakan hukum.
Penting dicatat bahwa tragedi yang terjadi pada 28 Agustus 2025 tidak hanya soal kesalahan teknis di lapangan, melainkan juga berkaitan dengan bagaimana negara menjamin keamanan warganya saat menyalurkan aspirasi di ruang publik. Demonstrasi adalah bagian sah dari praktik demokrasi, dan aparat keamanan memiliki kewajiban untuk memastikan jalannya aksi berlangsung damai tanpa harus menimbulkan korban jiwa. Dengan adanya komitmen investigasi menyeluruh, diharapkan akan lahir evaluasi prosedural yang lebih baik agar penanganan aksi unjuk rasa ke depan tidak lagi menimbulkan tragedi serupa.
Secara lebih luas, permintaan maaf Kapolri dapat dimaknai sebagai bentuk pertanggungjawaban institusional. Di satu sisi, Polri menunjukkan kesediaan untuk mengakui kesalahan, dan di sisi lain juga mengirimkan pesan bahwa tidak ada ruang untuk menutup-nutupi pelanggaran. Transparansi dalam kasus ini akan menjadi barometer keadilan dan akuntabilitas negara di mata publik. Apabila prosesnya berjalan jujur dan adil, bukan tidak mungkin kepercayaan masyarakat yang sempat goyah dapat dipulihkan. Namun sebaliknya, jika penyelidikan hanya berujung pada formalitas tanpa sanksi nyata, maka kepercayaan publik akan semakin terkikis.
Kapolri sendiri dalam pernyataannya menegaskan bahwa “tidak boleh ada lagi korban dari kesalahan prosedur”. Ucapan ini menandakan adanya kesadaran bahwa reformasi sistem pengendalian massa perlu dilakukan dengan serius. Bukan hanya sekadar mengusut pelaku di lapangan, tetapi juga memastikan sistem komando, pelatihan, hingga SOP yang berlaku diinternalisasi dengan benar oleh seluruh jajaran. Tragedi Affan Kurniawan harus menjadi titik balik bagi Polri untuk memperkuat profesionalisme anggotanya, bukan sekadar momentum sementara yang hilang seiring waktu.
Kehadiran Kapolri di rumah duka juga membawa dimensi sosial yang tidak kalah penting. Ia tidak hanya datang sebagai pejabat tinggi negara, tetapi juga sebagai manusia yang berempati terhadap kehilangan keluarga sederhana. Potret kebersahajaan dalam pertemuan itu menjadi sorotan publik, memperlihatkan bahwa kepolisian bisa tampil humanis di tengah suasana penuh duka. Hal ini diharapkan bisa menginspirasi jajaran Polri di tingkat bawah untuk selalu mengedepankan pendekatan kemanusiaan dalam setiap tugasnya.
Masyarakat pada akhirnya menaruh harapan besar agar kasus ini diusut tuntas tanpa pandang bulu. Dukungan dari DPR dan partai politik besar seperti Golkar memperkuat legitimasi publik bahwa langkah Polri sudah berada di jalur yang benar. Namun, janji tetaplah janji yang harus dibuktikan melalui tindakan nyata. Transparansi investigasi, sanksi tegas bagi pelaku, dan evaluasi sistematis terhadap SOP pengamanan aksi adalah indikator utama yang akan dinilai masyarakat dalam beberapa waktu ke depan. Hanya dengan cara itu, Polri dapat membuktikan bahwa permintaan maaf yang disampaikan tidak berhenti pada kata-kata, melainkan diwujudkan dalam keadilan yang nyata.
Pada akhirnya, tragedi 28 Agustus 2025 menjadi pelajaran penting bagi bangsa ini. Demokrasi menuntut adanya ruang aman bagi rakyat untuk menyampaikan pendapat, dan negara melalui aparat keamanannya harus menjamin ruang itu tanpa menimbulkan korban. Kapolri telah mengambil langkah awal dengan permintaan maaf dan komitmen investigasi transparan. Sekarang, publik menunggu bagaimana janji itu diwujudkan. Bila Polri mampu menunjukkan bahwa mereka serius dan adil, maka peristiwa duka ini bisa menjadi momentum kebangkitan kepercayaan. Sebaliknya, jika janji itu gagal diwujudkan, luka sosial akan semakin dalam. Inilah titik krusial di mana keadilan diuji dan kepercayaan rakyat dipertaruhkan.
Share News
For Add Product Review,You Need To Login First