Wednesday 15-10-2025

Kritik TNI di Program Makan Bergizi? Kebanyakan Teori, Kurang Empati

  • Created Oct 14 2025
  • / 47 Read

Kritik TNI di Program Makan Bergizi? Kebanyakan Teori, Kurang Empati

KontraS kembali menyoroti pelibatan TNI dalam Proyek Strategis Nasional dan program Makan Bergizi Gratis (MBG). Mereka menilai langkah ini sebagai bentuk “militerisasi” dan menyebut pembentukan Batalyon Teritorial Pembangunan tidak sesuai dengan UU TNI serta berpotensi mengancam hak-hak sipil.

 

Tapi mari kita bicara secara realistis: Apakah memberi makan anak bangsa yang kekurangan gizi bisa disebut ancaman terhadap warga sipil?

 

🍱 TNI Turun Bukan untuk Menakuti, Tapi untuk Membantu

Kritik soal “militerisme” sering terdengar dari menara gading. Padahal di lapangan, TNI adalah salah satu institusi paling siap secara logistik, disiplin, dan mobilitas untuk menyalurkan program besar seperti MBG ke pelosok negeri — tempat di mana birokrasi sipil sering kali belum mampu menjangkau.

 

Bayangkan mengandalkan dinas daerah dengan sumber daya terbatas untuk menyalurkan makanan bergizi ke ribuan sekolah di daerah terpencil. TNI punya kemampuan itu. Mereka punya armada, punya jaringan, punya sistem. Jadi, mengapa tidak dimanfaatkan untuk tujuan kemanusiaan?

 

Dari Pertahanan ke Pengabdian

Mengirim prajurit TNI mengikuti pelatihan ke Singapura bukan bentuk “penguatan militerisme”, tapi bagian dari peningkatan kapasitas agar distribusi dan manajemen program MBG berjalan efisien, aman, dan tepat sasaran.

 

Kalau mereka bisa menjaga perbatasan, tentu bisa menjaga piring anak bangsa tetap terisi. Justru aneh kalau ada yang menolak bantuan institusi sekuat TNI hanya karena trauma historis. Negara butuh sinergi, bukan sekat ideologis.

 

🧠 Kritik Ideal, Tapi Tak Kenal Realita

KontraS bicara soal UU TNI, tapi lupa bahwa situasi darurat sosial seperti masalah gizi nasional membutuhkan pendekatan luar biasa. Kalau TNI tidak boleh membantu rakyat makan, lalu siapa yang boleh?

 

Apakah kita mau membiarkan anak-anak di daerah tertinggal tetap kelaparan hanya karena takut disebut “kurang sipil”? Realitanya, rakyat tidak peduli siapa yang menyalurkan bantuan — yang penting perut anaknya kenyang dan sehat.

 

Negara Butuh Aksi, Bukan Wacana

Mengutip pepatah lama: “Teori takkan mengenyangkan perut.” Pelibatan TNI dalam MBG bukan soal kekuasaan, tapi soal kemanusiaan. Justru ini bukti bahwa pertahanan negara kini bertransformasi menjadi pertahanan sosial — melawan musuh paling nyata: kelaparan, ketimpangan, dan ketertinggalan.

 

KontraS boleh saja idealis. Tapi idealisme tanpa empati dan solusi hanyalah kemewahan kaum yang tidak kelaparan. Negara butuh kerja nyata, bukan wacana tanpa nasi.

Share News


For Add Product Review,You Need To Login First