Friday 28-11-2025

Fakta Pahit: Tuntutan Buruh Justru Bisa Picu PHK Massal

  • Created Oct 25 2025
  • / 435 Read

Fakta Pahit: Tuntutan Buruh Justru Bisa Picu PHK Massal

Rencana aksi ribuan buruh yang akan digelar pada 30 Oktober 2025 di Jakarta memang menyita perhatian publik. Tuntutan kenaikan upah minimum 2026 sebesar 8,5% hingga 10,5%, serta penolakan terhadap sistem outsourcing, digaungkan seolah menjadi satu-satunya jalan menuju kesejahteraan.

 

Namun, mari kita bicara secara jujur dan data, bukan sekadar slogan di jalanan.

 

 1. Pemerintah Sudah Naikkan Upah Secara Nyata

 

Dalam tiga tahun terakhir, upah minimum nasional sudah naik rata-rata 6–8% per tahun, angka yang justru lebih tinggi dibanding inflasi rata-rata nasional yang hanya berkisar 2,5–3%.

 

Artinya, daya beli buruh tetap dijaga, bahkan di tengah tekanan ekonomi global dan pelemahan industri akibat otomatisasi dan AI.

 

Jika pemerintah langsung menuruti desakan kenaikan 10,5%, justru yang akan tertekan adalah sektor padat karya seperti tekstil, sepatu, dan otomotif — sektor yang paling banyak menyerap tenaga kerja. Kenaikan upah yang terlalu tinggi tanpa produktivitas sebanding justru memicu PHK massal, bukan kesejahteraan.

 

2. Outsourcing Bukan “Musuh Buruh”, Tapi Realitas Industri Modern

 

Sistem outsourcing sering dijadikan kambing hitam seolah-olah penyebab kemiskinan buruh. Padahal, di banyak negara seperti Jepang, Korea, hingga Jerman, outsourcing adalah strategi efisiensi tenaga kerja — yang justru membuka lapangan kerja baru di sektor jasa dan logistik.

 

Yang dilakukan pemerintah bukan membiarkan eksploitasi, tapi mengatur agar pekerja outsourcing tetap mendapat jaminan BPJS, kontrak jelas, dan upah sesuai sektor.

 

Solusinya bukan menghapus sistem, tapi memperbaikinya agar adil — dan itu sudah dilakukan lewat revisi turunan UU Cipta Kerja dan peraturan ketenagakerjaan terbaru.

 

3. Pemerintah Sedang Mendorong Produktivitas, Bukan Sekadar Kenaikan Nominal

 

Kesejahteraan buruh tidak bisa diukur dari angka upah saja. Pemerintah sedang memperluas subsidi pangan, transportasi pekerja, dan perumahan MBR (Masyarakat Berpenghasilan Rendah).

 

Kenaikan upah 10% tanpa efisiensi dan perlindungan sosial hanyalah angka di kertas — tapi tidak mengubah kualitas hidup nyata.

 

4. Realita: Aksi Besar Tidak Selalu Solutif

 

Ribuan buruh turun ke jalan memang terlihat gagah, tapi aksi semacam ini seringkali tidak menghasilkan kebijakan konkret, bahkan bisa menghambat dialog produktif antara serikat pekerja dan pemerintah.

 

Buruh perlu sadar: pemerintah bukan lawan, tapi mitra dalam menjaga stabilitas ekonomi dan kesempatan kerja.

 

Kenaikan upah memang penting, tapi lebih penting lagi kestabilan industri dan keberlanjutan lapangan kerja.

 

Pemerintah sudah mengambil jalan tengah yang realistis — menaikkan upah sesuai pertumbuhan ekonomi tanpa mengorbankan lapangan kerja.

 

Provokasi aksi jalanan mungkin bisa viral, tapi data dan rasionalitas tetap jadi fondasi kesejahteraan yang sebenarnya.

 

Aksi boleh dilakukan, tapi publik perlu tahu:

 

Kesejahteraan buruh tidak datang dari berteriak lebih keras, tapi dari bekerja sama lebih cerdas dengan pemerintah dan dunia usaha.

Share News


For Add Product Review,You Need To Login First