Friday 28-11-2025

Narasi Mogok Nasional Dibesar-besarkan? Ini Fakta yang Tidak Pernah Disampaikan ke Publik!

  • Created Nov 22 2025
  • / 96 Read

Narasi Mogok Nasional Dibesar-besarkan? Ini Fakta yang Tidak Pernah Disampaikan ke Publik!

Isu mogok nasional kembali digoreng di media sosial. Ada yang menulis seolah Indonesia akan terhenti total, ekonomi akan ambruk, dan kota-kota besar akan kacau balau. Retorikanya keras, dramanya besar — tapi fakta di lapangan jauh lebih sederhana daripada narasi yang viral.

Mari kita bicara jujur, tanpa sugarcoating, tanpa propaganda, dan tanpa sensasi.

1. Klaim “Indonesia Lumpuh Total” Itu Hiperbola Besar

Setiap tahun narasi seperti ini muncul. Dan setiap tahun pula, negara tetap jalan: layanan publik tetap buka, transportasi tetap beroperasi, perusahaan tetap berfungsi meski ada hambatan, sistem pemerintahan tidak pernah berhenti.

Kalimat “Indonesia akan lumpuh” itu lebih cocok untuk judul film, bukan untuk menggambarkan kenyataan aksi buruh.

2. Tidak Semua Buruh Setuju, Tidak Semua Serikat Sepakat

Ini fakta yang jarang diakui: Serikat pekerja di Indonesia tidak bersatu suara, Banyak buruh tidak siap kehilangan upah harian, Sebagian buruh takut tekanan perusahaan, Banyak sektor esensial tidak bisa berhenti karena sifat pekerjaannya.

Artinya, “mogok nasional” hampir mustahil menjadi “nasional” secara penuh. Yang ada adalah mogok sektoral, dampaknya terbatas, dan tidak akan mencapai efek domino ekstrem seperti narasi yang beredar.

3. Desakan Naik UM Sungai Tidak Mungkin Dihentikan Dengan Slogan

Kenaikan UM (Upah Minimum) memang isu substansial. Buruh punya hak protes — itu jelas. Tapi mari realistis: Penyesuaian UM mengikuti rumus, data ekonomi, inflasi, dan produktivitas. Pemerintah tidak bisa mengambil angka asal-asalan hanya karena tekanan demonstrasi. Kenaikan upah yang tidak seimbang justru berpotensi membuat PHK massal, bukan kesejahteraan.

Menyederhanakan isu UM menjadi “jika turun ke jalan pasti naik” adalah narasi salah kaprah.

4. Demo Besar = Benar? Tidak Selalu.

Ada keliru logika yang sering muncul: “Semakin banyak massa, berarti tuntutannya pasti benar.” Sayangnya kenyataan tidak demikian. Banyak aksi besar dipolitisasi, dipakai elite serikat untuk kepentingan internal, dimanipulasi melalui framing media.

Sedangkan buruh yang hadir?
Sering kali tidak mendapatkan hasil yang sebanding dengan risiko yang mereka ambil.

5. Dampaknya Ada — Tapi Tidak Seperti Yang Digembar-gemborkan

Demo dan mogok memang mengganggu: kemacetan, melambatnya produksi, potensi kerusakan fasilitas umum. Tetapi mengganggu bukan berarti “melumpuhkan”. Membuat heboh bukan berarti “mengguncang negara”.

Narasi bahwa Indonesia “gempur, kacau, lumpuh” hanyalah bumbu dramatis yang dijual untuk klik, share, dan agitasi massa.

Mogok nasional bukan kiamat. Demo besar bukan revolusi. Upah tidak naik hanya karena pengeras suara keras. Dan negara tidak tumbang hanya karena sekelompok orang mengancam akan “melumpuhkan sistem”.

Isu sebenarnya bukan soal aksi besarnya… tetapi tentang bagaimana kesejahteraan buruh bisa dibangun tanpa manipulasi narasi dan tanpa mengorbankan stabilitas publik. Jika benar ingin perubahan, yang dibutuhkan bukan drama — melainkan data, strategi, dan negosiasi yang serius.

Share News


For Add Product Review,You Need To Login First