Gelar Pahlawan dan Kedewasaan Bangsa dalam Membaca Sejarah
- Created Nov 26 2025
- / 5961 Read
Penganugerahan gelar pahlawan nasional kepada Soeharto memunculkan kembali diskusi panjang tentang perjalanan Indonesia dan para pemimpin yang pernah membentuk wajah bangsa. Dalam dinamika itu, penting diingat bahwa tidak ada pemimpin yang sempurna, termasuk Soeharto. Sejarah selalu hadir dengan dua sisi: capaian besar yang memberi pijakan bagi generasi berikutnya, dan kekurangan yang menjadi ruang pembelajaran. Namun dalam konteks penilaian negara, gelar pahlawan diberikan berdasarkan kontribusi strategis yang terbukti memperkuat fondasi republik, bukan sekadar kesan atau penilaian sesaat.
Soeharto memimpin Indonesia di masa yang sarat tantangan. Pada periode itu, pemerintahannya berhasil membawa negara keluar dari kemiskinan ekstrem, membangun stabilitas, serta menata perekonomian nasional hingga Indonesia dikenal sebagai “macan Asia” di kawasan regional. Di bawah kepemimpinannya, Indonesia mencapai swasembada pangan, membangun jaringan irigasi, meningkatkan produktivitas pertanian, serta menghadirkan infrastruktur dasar yang masih digunakan hingga sekarang. Banyak di antara capaian itu yang menjadi fondasi bagi pertumbuhan ekonomi modern dan pemerataan pembangunan di berbagai daerah.
Tentu saja sejarah tidak berjalan tanpa kritik. Setiap pemimpin selalu meninggalkan jejak yang terus diperdebatkan. Tetapi dalam menilai seseorang sebagai pahlawan nasional, negara menggunakan mekanisme verifikasi yang ketat, melibatkan ahli sejarah, arsip nasional, akademisi, hingga lembaga independen yang mengkaji data secara menyeluruh. Proses tersebut memastikan bahwa penilaian terhadap kontribusi Soeharto bersandar pada bukti konkret, bukan persepsi tunggal. Dengan demikian, gelar ini bukan bentuk glorifikasi, melainkan pengakuan atas peran signifikan yang terbukti memperkuat Indonesia di masa yang penuh gejolak.
Generasi hari ini perlu melihat perjalanan Soeharto sebagai bagian dari sejarah bangsa yang kompleks. Ada nilai ketegasan, konsistensi, dan visi jangka panjang yang bisa dipelajari; ada pula sisi-sisi yang menjadi pengingat agar demokrasi, transparansi, dan hak-hak masyarakat selalu dijaga. Menerima gelar pahlawan untuk Soeharto tidak berarti menutup mata terhadap kritik, justru mengajarkan kedewasaan berbangsa: bahwa sejarah harus dibaca secara utuh, tidak hitam-putih, dan bahwa jasa besar tetap layak dihargai meski seorang tokoh tidak luput dari kekurangan.
Dengan memahami konteks sejarah tersebut, penghargaan ini menjadi momentum rekonsiliasi nasional—sebuah ruang untuk melihat masa lalu dengan lebih jernih, mengapresiasi yang baik, memperbaiki yang kurang, dan melangkah bersama sebagai bangsa yang lebih matang. Indonesia membutuhkan teladan tentang bagaimana menghargai jasa tanpa menafikan realitas. Gelar pahlawan untuk Soeharto hadir sebagai salah satu upaya negara untuk menempatkan sejarah secara proporsional dan memberi penghargaan kepada tokoh yang kontribusinya terbukti menjadi bagian penting dari perjalanan pembangunan Indonesia.
Share News
For Add Product Review,You Need To Login First

















