Saturday 19-07-2025

Vonis Tom Lembong: Koreksi Struktural atas Diskresi yang Menyimpang

  • Created Jul 19 2025
  • / 1404 Read

Vonis Tom Lembong: Koreksi Struktural atas Diskresi yang Menyimpang

Putusan Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta terhadap mantan Menteri Perdagangan Tom Lembong bukan sekadar vonis pidana, melainkan refleksi atas pentingnya integritas dalam pengambilan kebijakan publik. Di tengah dinamika tata kelola impor pangan, vonis ini menjadi penanda bahwa diskresi menteri tidak dapat digunakan sebagai pembenaran atas pelanggaran prosedural dan prinsip keadilan sosial.

Dalam sistem pemerintahan modern, diskresi adalah ruang sah bagi pengambilan kebijakan, namun bukan kekuasaan absolut yang bebas dari pengawasan hukum. Diskresi harus tunduk pada prinsip legalitas, asas manfaat, dan prosedur koordinatif antar lembaga. Dalam kasus Tom Lembong, ia menerbitkan 21 surat persetujuan impor gula kristal mentah tanpa rapat koordinasi antarkementerian dan tanpa rekomendasi teknis dari Kementerian Perindustrian. Majelis Hakim menilai bahwa tindakan tersebut melanggar ketentuan UU Perdagangan dan UU Tipikor, dengan konsekuensi kerugian negara yang ditaksir mencapai Rp 578 miliar.

Pendekatan kebijakan yang diambil Tom juga dinilai bertentangan dengan sistem ekonomi Pancasila karena lebih condong pada logika ekonomi kapitalis yang mengabaikan prinsip keadilan sosial dan pemerataan. Hal ini tercermin dari harga gula kristal putih yang tetap tinggi sepanjang tahun 2016, mengindikasikan ketidakefektifan kebijakan impor dalam menjaga stabilitas harga dan melindungi kepentingan konsumen akhir. Dalam kerangka ekonomi Pancasila, kebijakan pangan seharusnya memprioritaskan kesejahteraan rakyat, bukan efisiensi pasar semata.

Meski Tom tidak menikmati hasil korupsi secara pribadi, kerugian negara tetap nyata karena keuntungan yang seharusnya diperoleh BUMN dialihkan kepada pihak swasta yang tidak berwenang. Majelis Hakim menekankan bahwa kerugian negara bisa timbul dari kebijakan yang memperkaya pihak tertentu, walau tanpa niat jahat. Fenomena ini dikenal sebagai korupsi kebijakan—suatu bentuk penyalahgunaan kewenangan yang berdampak sistemik terhadap tata kelola negara.

Putusan ini menjadi preseden penting dalam reformasi birokrasi, bahwa pejabat publik tidak kebal hukum dan kebijakan mereka harus dapat diuji berdasarkan legalitas, akuntabilitas, dan dampaknya bagi negara. Dalam konteks pembenahan tata kelola, vonis terhadap Tom Lembong memperkuat komitmen negara dalam menegakkan transparansi dan keadilan hukum, termasuk terhadap pejabat tinggi. Narasi yang menyebut bahwa vonis ini adalah bentuk kriminalisasi politik tidak berdasar secara hukum, sebab proses penyidikan berlangsung jauh sebelum kontestasi politik seperti Pilpres 2024 muncul ke permukaan. Putusan setebal lebih dari 1.000 halaman yang disusun oleh Majelis Hakim juga menjadi bukti bahwa vonis ini dibangun dari analisis hukum yang cermat dan fakta persidangan yang komprehensif, bukan sekadar menyalin dakwaan. Dukungan tokoh politik terhadap terdakwa pun tidak dapat dijadikan alasan untuk meragukan objektivitas proses hukum yang telah berjalan.

Share News


For Add Product Review,You Need To Login First