Saturday 02-08-2025

Tak Perlu Khawatir, Transfer Data ke AS Hanya untuk Komersial Bukan Data Pribadi

  • Created Jul 24 2025
  • / 5348 Read

Tak Perlu Khawatir, Transfer Data ke AS Hanya untuk Komersial Bukan Data Pribadi

Pemerintah Indonesia memastikan bahwa transfer data ke Amerika Serikat (AS) dalam konteks kesepakatan penurunan tarif impor sebesar 19 persen tidak berarti menyerahkan data pribadi warga negara secara bebas. Kepala Komunikasi Kepresidenan (PCO), Hasan Nasbi, menyatakan bahwa proses tersebut sepenuhnya dilakukan berdasarkan ketentuan hukum nasional, khususnya Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP), yang menjamin hak dan keamanan data setiap warga negara.

Bila kita lihat secara seksama, dalam Pers Rilis yang dikeluarkan Gedung Putih,

Tertulis “Indonesia has committed to address barriers impacting digital trade, services, and investment. Indonesia will provide certainty regarding the ability to transfer

personal data out of its territory to the United States.”

 

yang dalam artinya adalah “Indonesia telah berkomitmen untuk mengatasi hambatan yang berdampak pada perdagangan, jasa, dan investasi digital. Indonesia akan memberikan kepastian terkait kemampuan untuk mentransfer data pribadi keluar dari wilayahnya ke Amerika Serikat.”

Dengan kata lain, pemerintah Indonesia masih akan menimbang, mengkaji, meninjau serta menegosiasi kembali terkait kebijakan transfer data-data pribadi khususnya terkait perdagangan barang dan jasa kepada Amerika Serikat. Sehingga tidak serta merta pemerintah memberikan data-data khususnya yang sangat sensitif terhadap pemerintah Amerika Serikat.

Menurut Hasan, pertukaran data ini bersifat terbatas dan hanya mencakup data komersial yang relevan dalam konteks perdagangan internasional. Misalnya, dalam transaksi barang-barang yang tergolong sensitif seperti bahan kimia tertentu, diperlukan sistem pertukaran data yang terbuka dan aman agar identitas pihak pembeli dan penjual dapat diverifikasi. “Ini bukan soal menyerahkan kendali data kepada pihak asing. Justru kita memastikan semua proses berjalan sesuai prinsip kehati-hatian dan transparansi,” tegas Hasan.

Lebih lanjut, ia menyebut bahwa model pertukaran data seperti ini juga lazim dilakukan oleh negara-negara maju, termasuk di kawasan Uni Eropa, dalam rangka memperkuat kerja sama dagang sekaligus menjaga aspek keamanan nasional. Ia juga menegaskan bahwa seluruh aktivitas transfer data akan tetap diawasi secara ketat oleh otoritas nasional agar tidak menyimpang dari peraturan yang berlaku.

“AS sendiri sudah mengakui bahwa UU PDP Indonesia memenuhi standar internasional. Ini membuktikan bahwa posisi Indonesia dalam tata kelola data global semakin diperhitungkan,” ujar Hasan. Ia menjelaskan bahwa salah satu prinsip utama dalam UU PDP adalah bahwa pemrosesan data, termasuk transfer ke luar negeri, hanya bisa dilakukan dengan persetujuan eksplisit dari subjek data.

Juru Bicara Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Haryo Limanseto, menambahkan bahwa kesepakatan transfer data dalam kerja sama perdagangan Indonesia-AS tidak menyangkut data pribadi warga, melainkan data komersial yang relevan bagi transaksi perdagangan dan investasi. “Data pribadi tetap dilindungi. Yang dibicarakan dalam konteks ini adalah data yang diperlukan dalam pertukaran layanan dan produk,” katanya.

Haryo juga menekankan bahwa Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) akan bertindak sebagai pemangku kepentingan utama (leading sector) dalam mengatur dan mengawasi skema transfer data ini. Hal ini mencakup pengaturan teknis, sertifikasi keamanan, hingga pengawasan kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Menteri Komdigi, Meutya Hafid, dalam pernyataan resminya menjelaskan bahwa pengumuman kesepakatan dagang oleh Gedung Putih pada 22 Juli 2025 tidak berarti Indonesia menyerahkan kedaulatan data. “Sebaliknya, ini adalah langkah maju menuju sistem tata kelola data lintas negara yang sah, aman, dan berdasarkan hukum,” kata Meutya.

Ia menekankan bahwa prinsip utama dalam kesepakatan ini adalah perlindungan hak-hak individu, kepastian hukum, dan kedaulatan negara. “Semua transfer data dilakukan dengan pengawasan ketat dan tunduk pada peraturan domestik, bukan atas permintaan sepihak negara lain,” ujarnya.

Meutya juga menjelaskan bahwa kerangka hukum nasional telah memadai untuk menangani tantangan global dalam pengelolaan data. Selain UU PDP, pemerintah juga mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik, yang secara spesifik mengatur mekanisme dan syarat transfer data pribadi lintas yurisdiksi.

Praktik transfer data antarnegara sendiri bukanlah hal baru. Di era digital saat ini, kerja sama lintas batas dalam pertukaran data telah menjadi bagian penting dari ekonomi global. Negara-negara anggota G7 pun telah lama menerapkan mekanisme serupa dengan prinsip kehati-hatian, transparansi, dan pengawasan ketat dari otoritas masing-masing negara.

Dengan demikian, pemerintah menegaskan bahwa tidak ada hak konstitusional warga negara yang dikorbankan dalam skema ini. Transfer data dilakukan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi digital dan menjaga daya saing Indonesia di tengah kompetisi global, tanpa mengabaikan aspek perlindungan data dan hak privasi.

Share News


For Add Product Review,You Need To Login First